
Jakarta, Nusantaratop – Peraihan kesuksesan medali emas oleh ganda putri dan perunggu oleh tunggal putra pada cabang bulutangkis di Olimpiade Tokyo 2020 menjadi bukti kekuatan yang merata bagi Indonesia.
Hal itu dipertegas legenda hidup bulutangkis Liliyana Natsir. Menurutnya, pencapaian yang ditorehkan Greysia Polii/Apriyani Rahayu, yang merebut medali emas, dan Anthony Sinisuka Ginting, yang meraih perunggu. Kedua sektor tersebut pantas menjadi andalan di turnamen berikutnya.
“Saya rasa Indonesia punya bakat yang bagus terutama di bulutangkis, kita tahu selama ini. Sudah dari zaman dulu, saat senior- senior menunjukkan prestasi yang bagus sehingga ke bawah-bawahnya tinggal meneruskan, menjaga tradisi,” kata Liliyana yang akrab disapa Butet, dalam sambungan telepon seperti dilansir dari detikSport.
“Beda hal jika kita tak punya senior yang juara dan kita mau buat gebrakan. Tapi ini senior-senior kita kasih jalan, bahwa bulutangkis Indonesia ini memang diperhitungkan dan ditakui seluruh dunia.”
“Jadi semua sektor punya kesempatan. Paling gampang contoh di Olimpiade Rio 2016, saya dan Tontowi Ahmad juga tidak begitu ditargetkan dapat medali emas, tapi kami berhasil membuktikan meraih emas. Nah, itu tak tertutup kemungkinan di sektor lain yang tidak diunggulkan, ditargetkan,” jelasnya.

Liliyana Natsir yang akrab disapa Butet, meyakini Olimpiade itu banyak menyimpan misteri sehingga siapapun itu punya kans juara.
Hal itu pun terbukti terjadi pada Greysia/Apriyani. Berangkat bukan dari pemain unggulan dan tidak ditargetkan tapi berhasil melesat ke final dan menorehkan tinta emas.
Bulutangkis Indonesia sebelumnya mengandalkan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti sebagai lumbung medali emas di multievent terbesar di dunia. Hal tersebut menyusul berbagai prestasi yang mereka torehkan di turnamen-turnamen internasional dan peringkat dunia yakni top 5.
Selain itu, kedua sektor tersebut kerap menjadi andalan Indonesia dalam meraih sejumlah gelar baik singleevent dan multievent. Namun, hal itu lagi-lagi bukan jadi jaminan.
“Jadi kembali lagi ke atletnya. Kerja keras saja tak cukup harus diimbangi dengan hal lain. Saya sudah sering bicara jika Olimpiade tidak bicara teknik dan fisik tapi mental. Jadi siap dan tidak siap itu berpengaruh banget. Tapi bukan yang kalah juga tidak siap cuma karena mungkin ada satu lain hal dari segi nonteknis,”
“Mungkin bisa saja terlalu kepingin, lalu karena diunggulkan jadi beban secara tak langsung, otomatis kan ada terpikir ‘Oh, saya punya kans besar nih, saya ditargetkan untuk juara nih.’ Tapi kalau secara teknik saya yakini atlet bulutangkis Indonesia dengan pemain lain. Cuma lebih dipersiapkan lagi untuk tiga tahun ke depan mentalnya lebih dipersiapkan lagi untuk event besar di Olimpiade (Paris 2024),” Butet menyarankan.(red/detiksport)