Portal Berita Hari Ini

Kena Somasi Dari PJS, Deddy Corbuzier Undang Pembuat UU ITE  Hendri : Korban Yang Namanya Disebut, Bukan Organisasi

Permintaan Mohon Maaf Deddy Corbuzier Terkait Podcastnya Yang Berjudul “Kenapa Orang Gila Kebal COVID? Mongol Is Here” yang Diunggah Pada Youtubenya podcastnya yang berjudul “WHY!! SAYA DISOMASI, TOLOOONG..Deddy Corbuzier Podcast, Jumat (2/7/2021) (Tangkapan Laya Youtube Deddy Corbuzier)

 

Medan, Nusantaratop – Terkait unggahan podcast Deddy Corbuzier yang berjudul “Kenapa Orang Gila Kebal COVID? Mongol Is Here” menjadi kontroversi dikalangan individu.Sebagai narasumber Deddy saat itu adalah pemeran dari Komika Mongol Stress yang ditayangkan pada 24 Juni 202.

Menaggapi hal itu, julukan smart people ini akhirnya mengundang salah satu pakar hukum dari Ketua Tim Pembuatan UU ITE Kemenkominfo dari Menkopolhumkam Prof DR DRS Hendri Subiakto, SH M Si.

Sebelumnya, Deddy Corbuzier membacakan surat somasi yang diterima itu. Yang disomasi oleh 80 Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS).

“Ini adalah surat somasi buat saya, somasi yang dikirimkan oleh 80 surat somasi asosiasi dan perorangan, kalau saya sebutin satu-satu pasti pusing. Nanti revolusi mental Indonesia,” kata Deddy seperti dikutip dari kanal youtube podcastnya yang berjudul “WHY!! SAYA DISOMASI, TOLOOONG..Deddy Corbuzier Podcast, Jumat (2/7/2021).

Isi surat itu dijelaskannya tentang undang-undang serta tuntutan tentang konten youtube bersama narasumbernya Komika Mongol Stres.

“Intinya ini adalah semua pasti isinya undang-undang, banyak undang-undangnya, banyak tuntutannya tentang konten youtube saya dan Mongol, yang isinya komedi yang mengatakan ‘bahwa orang gila bebas Covid, karena mereka jaga jarak’, terus kita ketawa,” ucapnya.

Dari somasinya ini lanjut Deddy dituliskan bahwa ada 3 permintaan hal menarik dari 80 somasi atas unggahan yang berjudul ‘orang gila bebas Covid’. Menurutnya dari somasi itu tak bisa lagi sebut ‘orang gila’ melainka ODGJ.

“Yang pertama, karena nggak boleh ngomong orang gila, sekarang harus ODGJ gak boleh lagi ngomong orang gila, oke ingat, teman-teman ingat, tapi di KBBI masih ‘Gila’!!,” cetusnya.

Baca Juga : Deddy Corbuzier Bereaksi Saat Podcastnya Harus Takedown

Yang kedua lanjut Deddy Corbuzier, mengupayakan serius menghentikan konten tersebut dimanapun, termasuk followernya. “ini saya bingung, ini caranya gimana?,” sahutnya lagi.

Yang Ketiga, Deddy diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka terkait podcast tersebut.

“Oke ini dulu saya sikat ya, permintaan maaf. Saya mohon maaf buat semua orang-orang yang tersinggung atas kejadian tersebut. Mudah-mudahan hal tersebut tidak diulangi lagi. Kalau ada yang tersinggung saya mohon maaf,” ucap Deddy memohon dengan menempelkan kedua telapak tangan didadanya.

Lanjut Dedi membacakan, Jika dalam batas waktu tersebut tidak ada itikad baik, maka akan ditempuh melalui jalur hukum.

“Ini barusan itikad baik saya (permohonan maaf) dan mongol kita akan melakukan upaya-upaya hukum, oke ini berarti ada deliknya hukum,” ungkapnya.

 

ketua tim pembuatan UU ITE Kemenkominfo dari Menkopolhumkam Prof DR DRS Hendri Subiakto, SH M Si (Foto : Tangkapan Layar Kanal Youtube Deddy Corbuzier)

 

Menaggapi hal itu, ketua tim pembuatan UU ITE Kemenkominfo dari Menkopolhumkam Prof DR DRS Hendri Subiakto, SH M Si mengatakan penyampaian Dedy atas permohonan maaf dinilai bagus

“Saya minta maaf bagus itu tadi ya dong pak,” tanya Deddy,  “iya bagus itu,” sahut Subiakto.

“Saya melihat video nya memang lucu-lucuan mengenai hal yang dianggap menarik lucu, tetapi hal yang sekarang yang sedang ‘In’ yaitu mengenai Covid,” tambah Subiakto.

Menurut Hendri Subiakto mengikuti seiring waktu banyak perkembangan bahasa yang dulunya lumrah disebut, kini malah bisa jadi sensitive dikalangan masyarakat umum.

“Kan banyak sekali ini perkembangan-perkembangan orang tidak boleh mengatakan misalnya pembantu rumah tangga, yang dulunya disebut ‘babu’, ada bahasa yang lebih sopan. Itulah memang kalau mengenai etika perlu belajar banyak,” terangnya

“Kalau persoalan hukum lain lagi, teman saya Baim Yong, Raffi pura-pura jadi orang gila di jalanan, ngumpulin duit, tapi untuk kebaikan,” timpal Deddy

Kata Hendri, itu persoalan etika, sekarang masuk ke persoalan hukum

Delik Aduan Berlaku Jika Nama Korban Disebut, Bukan Organisasi

Kemudian Tanya Deddy, Bukankah UU ITE itu sekarang masuk delik aduan sejak SKB 3 menteri?

“Delik aduan itu orang mengadukan ke penegak hukum adalah korban yang namanya disebut,” jelas Hendri Subiakto, ketua tim pembuatan UU ITE Kemenkominfo.

Diterangkannya, yang namanya delik aduan penghinaan, pencemaran nama baik itu, korbannya atau objek hukumnya itu adalah naturalijk persoon (orang yang mengalami secara pribadi), secara pribadi disebut.

“Misalnya Dedy Corbuzier, Hendri Subiakto itu dia bisa mengajukan sebagai korban yang mengadu kepada penegak hukum, makanya delik aduan ya mengadu kepada penegak hukum,” ungkapnya.

“Gak bisa diwakilkan?,” Tanya Deddy

“Tidak bisa diwakilkan, kecuali dia tak memiliki kecakapan hukum atau belum dewasa misalnya pa tadi,” Tanya Hendri, “ODGJ” jawab Deddy,  “Saya juga belum tau ini,” sahut Hendri.

Persoalan penyebutan ODGJ kata Hendri sangat menarik untuk di ulas, dengan penyebutan nama lain yang tak boleh sembarangan diungkapkan.

“Makanya juga menarik ini, jadi kalau dibahas makanya kita ndak boleh orang sembarangan, ODGJ ini bisa diwakili tapi ODGJ nya seharusnya disebut, nama orang tertentunya disebut,” terangnya

Yang kedua, lanjut Hendri, delik aduan bukan untuk orang banyak secara keseluruhan misalnya, organisasi, asosiasi, jabatan, pemerintah.

“Nggak bisa, karena ini (hukum pasal) untuk melindungi induvidu. Pasal ini untuk melindungi individu, bukan untuk melindungi institusi, asosiasi, orang banyak, jadi individu tujuannya begitu,” jelas Hendri Subiakto.

Somasi Terbuka kepada Deddy Corbuzier dan Mongol

Sebelumnya Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) serta komunitas orang dengan gangguan jiwa, organisasi penyandang disabilitas lainnya, organisasi HAM, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, menyampaikan somasi kepada Deddy Cobuzier dan Mongol atas konten dalam dialog mereka di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Selasa (29/6/2021).

Hal itu menurut PJS bahwa konten youtube Deddy Corbuzier dinilai telah melakukan penyesatan informasi, data, dan fakta mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

PJS mengatakan, dalam dialog antara Deddy Corbuzier dan Mongol di Deddy Corbuzier Podcast, Mongol mengatakan, “Rumah sakit jiwa di seluruh dunia belum ada satu pun yang terpapar Covid.”

“Selain itu, ia melanjutkan percakapan dengan mengatakan, “Orang gila ngga ada yang pakai masker sampai hari ini.” Judul podcast tersebut juga menyesatkan: “ORANG GILA BEBAS COVID” ,” kata PJS dalam somasi itu.

Berdasarkan hal itu, maka pihak PJS menyampaikan beberapa poin yang diperoleh awak media pada press realisnya :

  1. Bahwa pengertian Orang dengan Gangguan Jiwa/Penyandang Disabilitas Mental (ODGJ/PDM) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 3 adalah sebagai berikut: “Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.”
  2. Menurut UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:
  • Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian, dan
  • Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
  1. Dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga telah disebutkan bahwa “Hak bebas dari stigma untuk penyandang disabilitas meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya.”
  2. Sebutan “orang gila” sudah tidak pantas digunakan untuk orang yang memiliki masalah kejiwaan. Penyebutan yang etis dan bermartabat adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)/Penyandang Disabilitas Mental (PDM).
  3. ODGJ/PDM tidak ada hubungannya dengan kekebalan terhadap Covid-19.
  4. Menganggap ODGJ/PDM sulit terpapar Covid-19 merupakan kesesatan ilmu pengetahuan dan logika berpikir karena telah memberikan informasi, data, dan fakta yang menyesatkan.
  5. ODGJ/PDM sama dengan orang-orang pada umumnya, dengan demikian sama rentannya untuk terkena Covid-19 sewaktu-waktu.
  6. ODGJ/PDM juga sangat membutuhkan vaksin Covid-19 dan akses medis lainnya untuk pencegahan serta penyembuhan terkait dengan Covid-19.
  7. Pernyataan Deddy Corbuzier dan Mongol bertentangan dengan fakta yang telah dituliskan beberapa media mainstream yakni mengenai banyaknya ODGJ/PDM yang telah dan juga berpotensi terpapar virus Covid-19; beberapa media
  8. Dialog antara Deddy Corbuzier dan Mongol di Deddy Corbuzier Podcast telah menyampaikan informasi, data, dan fakta yang menyesatkan dan dapat menyebabkan pembentukan sekaligus pelanggengan opini yang keliru di masyarakat, yang dapat berdampak serius bagi ODGJ/PDM seperti salah satunya menghambat hak ODGJ/PDM untuk mendapatkan vaksin, pencegahan, dan pengobatan Covid-19.
  9. Lahargo Kembaren, SpKJ, salah satu dokter spesialis kejiwaan yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, telah memberikan pernyataan mengenai opini menyesatkan tersebut, “Kemarin ada yang bilang, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sulit terkena Covid-19? Sebuah pernyataan yang tidak sesuai dengan bukti ilmiah, kenyataan, dan fakta di lapangan.”
  10. Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal World Psychiatry menyatakan bahwa ODGJ/PDM memiliki risiko lebih besar terpapar Covid-19 bila dibandingkan nonODGJ/PDM.
  11. Dalam Podcastnya, Deddy Corbuzier dan Mongol mengatakan, “Orang gila mau ngomongin apa, orang dua-duanya sedeng, iya, kan?”; “Dua orang gila ketemu, nih, dua orang gila ketemu. Mongol kemarin di Cilandak. Dua orang gila itu ketemu, papasan. Gak ada yang pakai, ‘Eh, what’s up, dari mana, Bro?’, ngga ada begitu. Padahal mungkin di rumah sakit sekamar, lho.”
  12. Cemoohan semacam itu telah merendahkan martabat ODGJ/PDM dan membuat para penyandangnya merasa marah, dilecehkan, terhina, dianggap tidak memiliki akal, tidak bisa berpikir, tidak tahu cara berkomunikasi dan bersosialisasi, tidak memiliki bahan percakapan, dan tidak dihargai sebagai manusia, dianggap bodoh, serta bisa menjadi pemicu hilangnya rasa kepercayaan diri.
  13. ODGJ/PDM adalah kelompok masyarakat yang paling sering mendapatkan stigmatisasi, tersingkirkan, terdiskriminasi, dan kerap mengalami kekerasan dan ketidakadilan. Cemoohan tersebut, apalagi dilakukan oleh figur yang memiliki banyak pendengar dan pengikut seperti Deddy Corbuzier, berkontribusi secara signifikan dalam menambah dan melanggengkan stigma negatif terhadap ODGJ/PDM yang sudah beredar di masyarakat.
  14. Tidak hanya ODGJ/PDM, keluarga penyandang disabilitas mental yang selama ini menjadi target stigmatisasi juga mengalami dampaknya.
  15. Terlepas dari stigma yang beredar, ODGJ/PDM yang mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan lingkungannya, baik melalui pengobatan maupun secara sosial, mampu hidup layaknya masyarakat lainnya. Sebagian ODGJ/PDM, dengan diagnosa seperti skizofrenia sekalipun, mampu berprestasi dan berkarya seperti menjadi penulis, peneliti, pembuat film, desainer grafis, pegawai negeri, artis, pelukis, penyanyi, dosen, psikolog, dokter, sarjana, master, dan doktor. Namun, karena stigma yang sangat berat, salah satunya seperti dalam podcast Deddy Corbuzier ini, ODGJ/PDM merasa malu dan takut untuk mengakui kondisinya. Akibatnya, ODGJ/PDM tidak mendapat dukungan yang seharusnya (pendidikan, pekerjaan, pengobatan yang layak, dsb).
  16. Ungkapan-ungkapan di atas juga menunjukkan bahwa Mongol tidak tahu banyak mengenai kondisi rumah sakit jiwa dan jenis-jenis gangguan mental, sehingga tanpa riset dan pengetahuan yang memadai, ia melakukan generalisasi dan menganggap semua ODGJ/PDM mengalami keterpisahan dengan realitas. Ini merupakan ketidaktahuan yang menyesatkan dan membodohkan.
  17. Kami sangat menyesalkan tokoh publik seperti Deddy Corbuzier, yang selalu menyapa followers-nya dengan sebutan smart people, alih-alih memberikan pendidikan yang mencerdaskan pendengarnya, justru telah melakukan pembodohan.
  18. Somasi terhadap Deddy Corbuzier dan Mongol ini diharapkan dapat menjadi upaya untuk mengubah dan menghentikan stigma di masyarakat luas, karena menertawakan kondisi ODGJ/PDM merupakan awal dari perlakuan buruk dan diskriminatif selanjutnya kepada ODGJ/PDM.
  19. Segala bentuk perlakuan buruk dan diskriminasi terhadap ODGJ/PDM harus dihapuskan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia; selaras dengan semangat peraturan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Berdasarkan hal tersebut, Perhimpunan Jiwa Sehat dan organisasi masyarakat sipil yang tertulis menyomasi Deddy Corbuzier dan Mongol, agar dalam batas waktu 6×24 jam sejak somasi ini disampaikan melakukan tindakan tindakan sebagai berikut:

  1. Menarik uanggahan berjudul “ORANG GILA BEBAS COVID” dari kanal Youtube Deddy Corbuzier dan media lainnya di media sosialnya.
  2. Mengupayakan secara serius untuk menghentikan sirkulasi konten tersebut oleh pihakpihak lain, termasuk followers-nya, sebagai pertanggungjawaban atas kekeliruan, penghinaan, dan perilaku mengolok-olok yang sudah terlanjur dilakukan.
  3. Menyampaikan permohonan maaf secara terbuka terkait podcast tersebut kepada seluruh ODGJ/PDM serta masyarakat, dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Jika dalam batas waktu tersebut di atas tidak ada iktikad baik dari Deddy Corbuzier dan Mongol untuk melaksanakan somasi ini, kami akan melakukan upaya-upaya hukum. Jakarta, 29 Juni 2021 (red)

Ditulis : Pahotan Hutagalung

Editor  : Pahotan Hutagalung

 

 

Beri balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.